Tanggal 25 November semua siswa sekolah libur karena hari itu adalah hari guru, tetapi saya tetap melakukan aktivitas seperti biasa. Berangkat ke kampus untuk kuliah. Walaupun hari itu hanya ada satu mata kuliah, mau tidak mau harus tetap semangat. Seperti biasa, setelah kuliah, saya ngobrol bersama teman-teman. Banyak yang dibahas saat itu, mulai dari materi kuliah yang baru saja dipelajari, tugas kuliah yang menumpuk, sampai hari guru. Sebagai mahasiswa di jurusan pendidikan yang merupakan cagur (calon guru), terlintas di pikiran saya tentang masalah yang ada di dunia guru dan dosen. Apakah sampai hari ini, semua guru dan dosen sudah melaksanakan tugasnya dengan baik? Apakah guru dan dosen sudah sepenuhnya sadar mengenai hakikat mereka? Apakah mereka belajar psikologi pendidikan atau tidak?
Setelah beberapa pikiran mengenai masalah tersebut, saya flashback ke masa-masa SMA. Pada masa itu, saya berhadapan langsung dengan guru yang menurut sudut pandang saya, beliau hanya bisa mengajar dan tidak mendidik. Saya juga flashback ke masa-masa semester awal kuliah. Beberapa dosen kurang bisa memahami mahasiswanya. Melihat masa-masa itu, saya berpikir bahwa mungkin saja mereka tidak memahami hakikat mereka yang berprofesi sebagai guru.
Dimulai dari masalah yang pertama saya pikirkan. Apakah sampai hari ini guru dan dosen sudah melakukan tugasnya dengan baik. Saya sendiri tidak bisa mengatakan ya atau tidak. Mungkin saja sudah ada guru dan dosen yang melaksanakan tugasnya dengan baik, dan mungkin juga ada guru dan dosen yang belum melaksanakan tugasnya dengan baik. Tetapi dapat saya pastikan bahwa di setiap sekolah setidaknya ada satu guru atau dosen di perguruan tinggi yang belum melaksanakan tugasnya dengan baik. Saya berani berkata demikian setelah berhadapan dengan masalah tersebut dan mendengar cerita dari teman-teman mengenai guru atau dosennya. Lalu, bagaimana kita bisa mengetahui apakah mereka (guru dan dosen) sudah melaksanakan tugasnya secara baik? Jawaban dari pertanyaan tersebut dapat berbeda-beda. Kita bisa melihatnya dari cara mereka mengajar, cara mereka bersikap pada siswanya, dan masih banyak lagi.
Masalah selanjutnya ialah, apakah guru dan dosen sudah sepenuhnya sadar mengenai hakikat mereka? Jawabannya belum. Sebagian besar dari mereka tidak menyadari hakikat mereka yang sebenarnya. Dalam KBBI, definisi guru adalah orang yang mata pencahariannya dalah mengajar. Namun, seiring berkembangnya zaman dan pendidikan di Indonesia, guru tidak hanya berperan sebagai orang yang mengajar. Mereka dituntut untuk dapat mendidik dan berperan sebagai orangtua kedua bagi siswanya. Sebagai orangtua kedua, guru harus bisa menanamkan budi pekerti yang baik pada siswanya. Apalagi, sekarang ini, durasi waktu siswa di sekolah lebih panjang daripada durasi waktu saat siswa di rumah. Dengan begitu, otomatis orangtua siswa memberikan kepercayaan pada guru dan dosen untuk mendidik anakanya selama di sekolah.
Masih mengenai hakikat guru, dalam bahasa jawa, guru dianggap sebagai singkatan dari kata digugu lan ditiru (dipercaya dan ditirukan). Mereka merupakan panutan bagi para siswanya. Oleh karena itu, guru dan dosen haruslah menjaga sikap dan perilaku mereka. Jika terjadi penyimpangan, tidak menutup kemungkinan bahwa siswanya juga akan meniru penyimpangan yang mereka lakukan.
Berpikir mengenai hakikat guru dan dosen, saya teringat sebuah film singapura yang berjudul I’m not stupid too. Film ini adalah film lama (rilis pada tahun 2006). Dalam film ini, dapat diambil pelajaran bahwa profesi guru, dosen dan sejenisnya bukanlah profesi yang mudah. Profesi tersebut membutukan kunci yang tepat. Dengan kunci tersebut, guru, dosen dan sejenisnya dapat lebih memahami hakikat dari profesi mereka.
Masalah yang terakhir, apakah mereka (guru dan dosen) belajar psikologi pendidikan atau tidak? Jawabannya maybe yes, maybe no. Jika guru dan dosen berasal dari universitas yang mencetak para cagur (calon guru) seharusnya mereka belajar psikologi pendidikan. Sebaliknya, mereka yang berasal dari universitas yang mempelajari ilmu murni, biasanya tidak mempelajari psikologi pendidikan. Di sini, saya tidak hanya menyorot apakah mereka belajar psikologi pendidikan atau tidak. Yang lebih menjadi sorotan ialah apakah mereka yang mempelajari psikologi pendidikan, memahami sepenuhnya dan menerapkan ilmunya pada saat mereka melaksanakan tugas? Saya beranggapan ada yang menerapkan ada pula yang tidak.
Berdasarkan pengalaman saya saat awal masuk kuliah, ada beberapa dosen yang menurut saya telah bersikap dan berbicara kurang sopan pada mahasiswanya. Walaupun dosen tersebut lebih dewasa dari kita, setidaknya mereka harus menghargai mahasiswa sebagai sesama manusia. Selain itu, mereka harus mengingat bahwa mereka adalah orang yang berpendidikan dan tidak seharusnya bersikap semena-mena atau mengeluarkan kata-kata yang kurang sopan dan tidak enak didengar. Walaupun tidak berprofesi sebagai gurupun, setiap orang harus bisa menyaring apa yang akan mereka bicarakan dan apa yang akan mereka lakukan agar tidak menyakiti perasaan orang lain.
Berkaitan dengan pembahasan di atas. Sangat jelas bahwa psikologi pendidikan sangatlah penting bagi guru dan dosen. Setidaknya mereka dapat memahami karakter siswa yang berbeda-beda. Tidak semua siswa belajar dengan cara yang sama. Mereka boleh menuntu siswa untuk belajar sesuai dengan metode yang digunakan guru, tetapi mereka tidak boleh menggunakan cara yang keras. Menurut 9GAG erdapat banyak tipe belajar seseorang, antara lain:
1. Visual (learn what they see)
2. Kinesthetic (learn what they do)
3. Auditory (learn what they hear)
4. Stress (learn what stresses them)
5. Ease (learn what relaxed them)
6. Scribble (learn what they write out)
7. Trust (learn from authority)
8. Teach (learn by teaching)
9. Copy (learn what they can copy)
Melihat beberapa tipe belajar tersebut, guru dan dosen tidak seharusnya mengharuskan siswanya menggunakan cara belajar sesuai dengan cara belajar yang mereka gunakan. Bisa saja cara yang mereka gunakan adalah cara lama yang sudah kuno dan tidak cocok apabila digunakan pada masa sekarang. Karena tindakan itu dapat menjadikan siswa down dan tidak semangat belahar.
Sebagai guru dan dosen, mereka harus bisa mengetahui bahwa segala sesuatu mempunyai dua sisi. Dalam pembahasan ini, dua sisi tersebut adalah kelebihan dan kekurangan siswa. Dengan mengetahui kelebihan dan kekurangan siswa, mereka akan mudah memahami karakter siswa tersebut. Dalam konteks ini, kunci yang harus digunakan oleh guru dan dosen adalah fokus pada bakat (kelebihan) bukan pada kekurangan. Dengan cara tersebut, komunikasi antara guru dan siswa akan lebih baik.
Selain, memahami karakter siswanya, dalam psikologi pendidikan, guru dan dosen harus mengetahui kesulitan siswa dalam belajar. Jika siswa mengalami keulitan, guru dan dosen sedah seharusnya membantu. Misalnya saja, jika siswa kesulitan mencari referensi, guru dan dosen dapat membantunya dengan membuat silabus atau bahkan modul dari materinya. Jika siswa kesulitan dalam memahami materi yang disampaikan, guru dan dosen berusaha menjelaskan kembali hingga siswanya paham. Dalam psikologi pendidikan, guru dan dosen perlu menghargai siswanya. Apresiasi dari guru dan dosen sangatlah berharga bagi siswanya. Mereka wajib melihat niat baik bukan melihat kesalahan. Misalnya, saat guru memberi soal pada seorang siswa, ia harus menghargai jawaban dari siswa tersebut walaupun jawaban itu kurang tepat atau bahkan salah, tetapi setidaknya, siswa tersebut sudah berniat baik untuk menjawab pertanyaan gurunya.
Intinya, sekarang ini, guru bukan hanya orang yang berprofesi sebagai pengajar, mereka juga merupakan salah satu aspek yang sangat berpengaruh bagi pembentukan karakter terutama karakter generasi muda. Saran saya, jangan jadikan profesi guru dan dosen sebagai lahan uang yang besar, melainkan sebagai tempat dimana kita bisa saling menghargai, memahami dan berbagi ilmu satu sama lain. Mari kita sukseskan pendidikan di Indonesia dengan menjadi guru dan dosen yang berdedikasi tinggi, professional dan bertanggung jawab.
*Pembahasan di atas merupakan gambaran dari apa yang terlintas di pikiran saya. Tulisan ini tidak bermaksud untuk menyindir ataupun menjatuhkan. Saya membuat tulisan ini, semata-mata hanya untuk menumpahkan keprihatinan, pikiran, ide dan unek-unek saya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar