Selasa, 23 Desember 2014

"business day" kelas J/2013 jurusan pendidikan bahasa perancis

Senin, 22 Desember 2104
beberapa jurusan di FBS UNY mengadakan "business day".
jurusan bahasa perancis kelas J/2013 membuka stand photobooth, menjual buku dan kamus bahasa prancis dan ada tutorial membuat gelang dan kalung. 
senangnya jurusan pendidikan bahasa perancis dapat juara 3.
ini adalah beberapa foto kelas J/2013 jurusan pendidikan bahasa perancis.
départements du français classe J/2013 très magnifique
MES AMIS....... JE VOUS AIME....

























sebuah amanah

ini edisi curhat.

hari ini saya bingung dengan apa yang saya rasakan. antara bingung, kaget, pokoknya campur-campur. bagaimana tidak? saya tiba-tiba ditunjuk menjadi kadep (kepala departemen) PSDM di himpunan mahasiswa pendidikan bahasa prancis (HIPER). saya yang sebenarnya bingung akan melanjutkan atau akan resign, menjadi semakin bingung. tambah galau malah.
saya tahu, dengan menjadi kadep, saya bisa meng-upgrade kompetensi saya di keorganisasian. saya juga paham, kalau saya diberi amanah, maka saya harus menjalankan amanah itu dengan sebaik-baiknya.
harapan saya, semoga saya bisa menjalankan amanah ini dengan baik.

Outside




International Seminar “Improving the rule of art and literature as a medium of character education for children”
Wednesday, December 17 2014
Karawitan Laboratory, Yogyakarta State University

Rabu, 17 Desember 2014, saya rela membolos tiga mata kuliah demi mengikuti seminar internasional yang bertajuk “improving the rule of art and literature as a medium of character education for children”. Singkatnya, seminar tersebut mengangkat tema tentang seni dan sastra anak. Pembicara pada seminar tersebut sangat istimewa. Ada dua alumnus UNY (masing-masing jurusan sastra inggris dan pendidikan seni rupa) yang kini melanjutkan pendidikan masternya di UGM. Mereka adalah mbak Dayu dan Mas Bayu Tejo. Selain itu, ada Ibu Dr. Katrin Bundel yang berasal dari Jerman dan yang paling istimewa adalah om ganteng Dik Doank. 
Nah, dengan mengikuti seminar, tentu saja ada ilmu dan pengetahuan tambahan yang diperoleh. di bawah ini adalah apa yang saya dapatkan setelah mengikuti seminar. Semoga bermanfaat dan menambah ilmu serta pengetahuan.

Pembicara 1: mbak Dayu
Mbak Dayu memberikan materi mengenai sastra anak. Secara umum fungsi sastra anak ada dua yaitu fungsi hiburan dan fungsi pendidikan. Semua anak pasti pernah mendengar dongeng atau cerita pengantar tidur dari ayah ibunya. Tapi, tanpa disadari, dongeng tersebut telah terdoktrin oleh beberapa hal. Misalnya saja, putri selalu cantik, pangeran selalu tampan, ibu tiri selalu jahat. Atau dengan ending yang berbunyi “Finally. The princess and the prince life happily ever after (pada akhirnya, putri dan pengeran hidup bahagia selama-lamanya)”.
Adakah masalah jika dongeng tersebut sudah terdoktin dengan beberapa hal tadi? Apakah berpengaruh pada anak-anak? Toh anak-anak hanya mendengar saja, mereka tidak akan berpikir luas. 
Tentu saja berpengaruh. Anak-anak memang hanya mendengarkan dongeng tersebut. Mereka memang tidak berpikir luas apalagi berpikir secara filosofis. Namun, dunia anak-anak adalah dunia yang penuh dengan imajinasi dan kreativitas. Kadang orang lupa bahwa anak-anak jauh lebih kreatif daripada orang dewasa. Anak-anak mempunyai rasa ingin tahu (curiosity) yang tinggi. Jika mereka banyak mendengar dongeng atau cerita yang sudah terdoktrin tadi, mereka akan kehilangan sifat kritis dan kreativitasnya. Mereka akan selalu berpikir bahwa putri selalu cantik, pangeran selalu tampam, ibu tiri selalu jahat dan sebagainya. 
Untungnya, sekarang ini ada dongeng atau cerita yang dikemas menjadi animasi atau kartun yang tidak terdoktrin dengan hal-hal tadi. Misalnya saja animasi “Sherk”. Di dalamnya ditampilkan bahwa pangerannya tidak tampan dan putrinya tidak tampan. Dengan contoh tersebut, anak-anak dapat berpikir secara luas. Mereka akan paham bahwa putri yang baik tidak selalu baik, putri yang cantik bisa saja mempunyai kekurangan atau ibu tiri yang jahat tidak sepenuhnya jahat. 
Kesimpulannya, sebelum memberikan dongeng kepada anak-anak, ada baiknya kita yang dewasa memilah-milahnya terlebih dahulu. Mengapa? Karena, dengan memilah-milah kita bisa tahu mana yang kira-kira cocok untuk anak-anak. Tidak hanya dongeng yang menghibur, tetapi dongeng yang mendidik dan mengajak anak untuk berpikir kreatif dan tanggap  (kritis). Dengan menciptakan anak yang kritis berarti kita sedang menciptakan anak yang berkarakter. 

Pembicara 2: mas Bayu Tejo
Kalau mbak Dayu menyampaikan materi mengenai sastra anak, mas Bayu Tejo menyampaikan materi mengenai seni di dunia anak-anak. Menurutnya, seni pada anak-anak di masa kini, sudah kehilangan esensinya. Mengapa demikian? Karena saat ini, seni pada anak tidaklagi mengajarkan anak untuk berkreasi, berinovasi, berpikir out of the box dan berekspresi sesuai keinginannya. Padahal seharusnya, seni mengajakan anak untuk melakukan hal-hal tersebut agar mereka terlatih untuk mempunyai jiwa innovator bukan imitator atau copy-paste
Mas Bayu Tejo, juga tidak setuju dengan sanggar-sanggar menggambar yang saat ini sangat menjamur dan banyak diikuti oleh anak-anak. Tidak ada gunanya masuk sanggar menggambar seperti itu, karena sanggar menggambar itupun juga sudah menghilangkan esensi seni. Di sanggar menggambar, anak-anak diarahkan ke aliran sanggar yaitu aliran dimana hasil karya anak memiliki kemiripan dengan anak lainnya yang ikut dalam sanggar, mulai dari ide, gagasan hingga simbolisasi bentuk dan warna. Di sanggar, anak-anak tidak bisa berimajinasi bebas, mereka dikekang dengan aturan-aturan. Misalnya, bentuk manusia harus seperti ini, daun harus berwarna hijau dan sebagainya. Tentu saja hal itu merusak kreativitas. 
Lalu apa yang harus dilakukan agar esensi seni pada anak tidak hilang? 
Kembali lagi kepada anak-anak. Kembali lagi kepada anak-anak di sini bukan berarti selama ini anak-anak yang salah. Tetapi guru dan orangtua harus menempatkan dirinya kembali sebagai anak-anak. Selama ini, mayoritas guru atau pembimbing di sanggar menggambar tidak memahami esensi seni anak yang sesungguhnya. Mereka menilai seni anak dengan sudut pandang orang dewasa. Tidak jarang mereka menyalahkan si anak jika si anak tidak menggambar sesuai aturan. Misalnya “Kamu menggambar apa? Seperti benang ruwet.” atau “Ini salah. Daun kok warnanya merah, harusnya kan hijau.”. padahal, jika guru atau pembimbing menempatkan diri mereka sebagai anak-anak dan menilai hasil karya seni mereka dengan sudut pandang anak-anak, mereka akan tahu bahwa saat itu anak sedang mencoba berkreativitas dan berekspresi sesuai keinginannya. Selain itu, jangan berpacu pada doktrin lama. Misalnya saat menggambar pemandangan. Selama ini sering ditemukan gambar dua gunung dengan matahari di atasnya atau dengan sawah dan rumah di bawahnya. Sebagai guru atau pembimbing, harus bisa mengarahkan siswanya untuk berkreativitas dengan luas. Guru juga dituntut untuk kreativ dan jangan mudah puas berada di comfort zone. Cobalah untuk berinovasi. 
Guru juga harus paham bahwa seni anak adalah originalitas dari anak-anak dan alat untuk mengeluarkan potensi diri mereka. Jadi jangan batasi seni dengan doktrin-doktrin konyol seperti aliran sanggar seni yang sedang banyak saat ini. Karena sejatinya, seni tidak mengenal doktrin, seni tidak mengenal kata harus dan seni tidak mempunyai batasan. Seni sama dengan berimajinasi dan seni adalah berkreativitas. Guru atau pendamping bukan pengatur, bukan pula pembatas bagi anak-anak dalam berseni. Mereka adalah motivator untuk menjadikan anak betrambah kreativ sehingga nantinya akan muncul generasi innovator bukan generasi imitator (yang hanya bisa meniru dan copy-paste dari karya yang sudah ada). 

Pembicara 3: Ibu Dr. Katrin Bundel
Ibu Dr. Katrin Bundel berasal dari Jerman. Beliau datanh ke Indonesia dan tinggal di Yogyakarta sejak 15 tahun yang lalu. Sekarang, beliau mengajar di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Pada saat seminar, Ibu Katrin menyampaikan materi tentang sastra remaja. Beliau menceritakan hobi membacanya pada saat remaja. Saat di Jerman, keluarganya tidak mempunyai televisi, jadi, untuk menghibur diri, beliau memilih untuk membaca buku. Menurut beliau, membaca mempunyai banyak definisi, antara lain:
· Membaca adalah menyaksikan dan berimajinasi
Dengan membaca seseorang akan merasa seperti sedang menyaksikan televise atau film. Hanya saja tidak secara langsung, tetapi dengan berimajinasi dan membayangkan. Misalnya, saat seseorang membaca novel Harry Potter, ia akan membayangkan bagaimana tokoh-tokoh dalam novel Harry Potter tersebut, mereka juga akan membayangkan setting tempat dan suasana dalam novel tersebut. Jadi, dengan membaca, seseoran dapat menggunakan imajinasinya dengan maksimal.
· Membaca berarti mengenal diri sendiri
Dengan membaca seseorang dapat mengenal dirinya sendiri. Bagaimana bisa? Tentu saja bisa. Caranya adalah menbaca bacaan yang isi ceritanya mirip atau bahkan sama dengan pengalaman pribadi. Dengan begitu, seseorang dapat intropeksi diri.
· Membaca mengajak seseorang untuk melihat sesuatu yang belum pernah dilihat Misalnya, saat seseorang membaca sebuah cerita yang bersetting di Perancis. Ia akan tahu seperti apa negara Perancis. Dengan kata lain, membaca mengajak seseorang untuk menilik dunia luar.
· Membaca adalah memaknai
Setelah seseorang membaca sebuah cerita, ia akan memaknai nilai apa yang sebenarnya ingin disampaikan dengan cerita itu. Ia akan menyimpulkan pesan moral yang bisa menjadi pelajaran hidup. 
· Membaca dapat menemukan dan mengembangkan bahasa untuk mengekspresikan diri
Membaca dapat meningkatkan kemampuan berbahasa. Dengan banyak membaca, akan menambah vocaboulaire sehingga memudahkan seseorang untuk menulis. 


Pembicara 4: Dik Doank
Last but not least, pembicara yang terakhir adalah Dik Doank. Para audience diminta untuk memanggilnya om ganteng. Saat beliau menyampaikan materi, para audience tidak diperkenankan untuk menulis atau memegang hand phone. Alasannya, agar para audience dapat berkonsentrasi, fokus dan mendengarkan materi dengan seksama. Dik Doank menyampaikan yang tidak telalu berat dan disisipi dengan hal-hal yang religius. 
Hal pertama yang disampaikan adalah ilmu matahari. Sebagai manusia, diharuskan untuk memiliki ilmu matahari. Apa itu ilmu matahari? nah, di sinilah Dik Doank mengajak para audience untuk berpikir filosofis. Ilmu matahari di sini berarti kita harus belajar dari matahari. Matahari bersinar untuk menerangi dirinya sendiri dan untuk menerangi orang lain. Hubungannya dengan manusia adalah, selama manusia hidup, sudah seharusnya manusia berguna untuk diri sendiridan berguna untuk orang lain. Dengan menerapkan ilmu matahari, hidup manusia tidak akan sia-sia.
Hal kedua, Dik Doank bercerita tentang kisah hidupnya. Mulai dari masa sekolahnya, masa saat beliau menjadi penyanyi hingga perjuangannya mendirikan Kandank Jurank Doank. 
Kandank Jurank Doank berawal dari keprihatinan Dik Doank akan nasib anak-anak yang tidak mampu untuk mengenyam pendidikan. Sebelum mendirikan Kandank Jurank Doank,  Dik Doank ditawari unuk menjadi model iklan. Dengan uang dari iklan yang  dibintanginya, beliau mendapat gaji yang cukup besar. Dengan uang tersebut, beliau membeli tanah. Tanah yang dibeli berkontur miring, karena menurut beliau tanah yang berkontur miring, harganya juga miring. Niatnya mendapat dukungan dan cemoohan. Namun, beliau tetap optimis.
Kandank Jurank Doank pertama kali diresmikan oleh Pak Lurah setempat. Sayangnya, baru dua hari diresmikan, bangunan Kandank Jurank Doank ambruk karena angin putting beliung. Dik Doank tidak putus asa, beliau membangun kembali Kandank Jurank Doank dengan optimis. Meskipun banyak penghalang, namun dengan tekad yang kuat, Kandank Jurank Doank menjadi sangat luar biasa seperti sekarang ini. 
Dik Doank juga menyampaikan materi tentang pendidikan, khususnya pendidikan bagi anak-anak. Kembali lagi ke Kandank Jurank Doank. Kandank Jurank Doank adalah temapt belajar yang berbeda dari kebanyakan sekolah. Di sana, anak-anak belajar apapun tanpa batas. Itulah mengapa Dik Doank memilih tidak membuat sekolah internasional atau sjenisnya. Beliau berkata “Ki Hajar Dewantara saja membuat Taman Siswa, bukan Sekolah Siswa.”. Jika diresapi dengan baik dan dengan berpikir secara filosofis, makna kalimat tersebut sangatlah bagus. Saya sendiri mengartikan bahwa, saat siswa belajar di sekolah, ia dibatasi dengan sekat berupa dinding kelas. Mereka berada di dalam kelas selama berjam-jam dan tidak bisa leluasa melihat ke luar. Badan mereka saja terbatasi, apalagi pikiran dan imajinasi mereka. Sedangkan, jika siswa belajar di luar misalnya saja di taman. Mereka tidak akan dibatasi oleh apapun. Mereka melihat kemana saja dengan leluasa, tidak ada dinding penyekat yang membatasi. Singkatnya, belajar di sekolah badan terbatasi
apalagi pikiran, belajar di taman (di luar) badan tidak terbatasi, pikiran dapat berkembang dan berimajinasi bebas tanpa batas.
Kalau sekolah dan siswa sudah dibahas. Bagaimana dengan guru? Menurut Dik Doank, jika seseorang berprofesi sebagai guru, jangan pernah sekalipun ia mengabdi kepada orang lain. Ia hanya boleh mengabdi kepada Tuhan. Jika ia mengabdi kepada seseorang, ia akan bertarget pada hal-hal yang sifatnya duniawi. Tapi, jika ia mengabdi kepada Tuhan, ia akan berpikir luas dan tidak hanya memimikrkan hal yang bersifat duniawi. 
Selain pendidikan, Dik Doank juga menyinggung masalah seni. Selama ini, banyak orang beranggapan bahwa seni tidak bisa disandingkan dengan agama. Mulai sekarang, ubahlah pemikiran itu. Dengan seni, kita bisa belajar agama. Di Kandank Jurank Doank, anak-anak diminta untuk menggambar setan sesuai imajinasi mereka. Setelah mereka selesai menggambar, mereka diberi penjelasan bahwa setan mempunai sifat yang buruk dan sering menggoda manusia. Agar terhindar dari setan, manusia haruslah rajin beribadah.
Selama menyampaikan materi, Dik Doank berinteraksi dengan ramah kepada audience. Pada akhir materi, Dik Doank mengajak semua audience untuk berdo’a bersama. Sempat terbesit di pikiran saya, jika kita sudah berhasil, jangan samapai kita menjadi pribadi yang sombong, apalagi lupa kepada Tuhan. 

Kesimpulan dari empat pembicara pada seminar internasional ini adalah untuk menjadi orang yang berhasil, jangan pernah egois atau mementingkan diri sendiri, hargailah sekecil apapun yang orang lain kerjakan dan yang terpenting setelah berhasil, jangan cepat puas, jangan menjadi pribadi yang sombong, tetapi tetaplah rendah hati dan berbagi. Jangan lupa untuk bersyukur kepada Tuhan, karena sesungguhnya keberahsilan yang kita miliki adalah ujian bagi diri kita. 

Minggu, 07 Desember 2014

Oui, j'apprends le français -Etudie fort! Travaille fort!-


Bonjour mes amis, hari ini amu cerita tentang kuliah (lagi)
kuliah di manapun dan di jurusan apapun pasti ada suka dukanya. contohnya kuliah di jurusan bahasa perancis.
sukanya kuliah di bahasa perancis itu banyak. mulai dari bahasa perancis yang gak pasaran, bahasa perancis yang merupakan bahasa internasional, apa lagi saat belajar civilisation (kebudayaan) negara perancis. itu menarik banget. kalau udah ngomongin negara perancis dengan tempat-tempat wisata yang terkenal dan bagus-bagus itu, bisa bikin makin senang belajar bahasa perancis.

tapi, walaupun belajar bahasa perancis menyenangkan, tapi tetap ada dukanya guys..
dukanya atau susahnya jadi mahasiswa bahasa perancis juga lumayan bikin semangat belajar jadi down. emang apa aja sih dukanya?

pertama, bahasa perancis itu lumayan rumit. mulai dari tulisan, cara baca dan huruf-hurufnya yang pakai accent-acccent gitu. terus di bahasa perancis setiap verbe atau kata kerja harus dikonjugasi sesuai dengan subjek dan temps (waktu) nya. dan itu lumayan ribet dan bikin pening kalau belum terbiasa.

kedua, buku bahasa perancis itu susah dicari. mulai dari buku materi bahkan kamuspun susah dicari. gak seperti bahasa inggris atau bahasa korea yang bukunya bisa dicari di mana-mana. buku bahasa perancis itu udah kayak barang antik aja, susah banget dicari, giliran ada, buku itu pasti mahalnya pakai banget.
terus solusinya gimana?
kalau lagi di kelas, harus pasang mata dan telinga dengan baik, terus tangan kamu harus lincah untuk mencatat materi yang disampaikan dosen. nah, untuk buku referensi yang susah dicari, mahasiswa bahasa perancis dituntut untuk sering-sering ke perpustakaan yang menyediakan buku-buku bahasa perancis (misalnya di IFI-LIP/ Institut Francais Indonesia/Lembaga Indonesia Perancis). selain itu, bisa juga cari referensi dari internet. tapi untuk yang satu ini, jangan asal ambil referensi guys, karena banyak banget web-web yang menyajikan cara belajar bahasa perancis tapi kadang ada yang salah-salah. jadi biar lebih terpercaya dan meyakinkan, jangan ragu buat tanya ke dosen. hehe

ketiga, saat belajar bahasa perancis, jangan kaget kalau ada dosen yang cara ngomongnya beda. misalnya cara ngomong angka 5 [cinq], ada yang ngomong [sang] dan ada yang ngomong [seng]. itu dua-duanya bener guys, cuma beda logat aja. yang satu logat Paris yang satu logat Marseille. so, sekali lagi, pasang telinga baik-baik biar gak salah tafsir.


keempat, harus merelakan uang jajan buat fotokopi. entah fotokopi materi dari dosen atau fotokopi yang lain-lain. jadi, harus pandai mengatur keuangan.

kelima, karena bahasa perancis lumayan susah dan bikin geregetan, kadang kita perlu les juga. lesnya dimana? kalau mau yang terpercaya dan meyakinkan ya di IFI/LIP atau di AF. dan mengingatkan sekali lagi, les di tempat-tempat itu juga mahal. nabung ya guys nabung.. hehehe

bagaimana dengan kuliah kalian? apa suka dukanya?

bon, c'est tout. Au revoir




Rabu, 03 Desember 2014

makin banyak buku, makin tebal lensa kacamata


Hari ini, seharusnya menjadi hari dimana aku berganti kaca mata. tapi, nyatanya tidak. Aku sudah memakai kacamata dengan minus kanan 3,0 dan minus kiri 1,5 selama satu tahun. Awalnya, minus kananku hanya 0,25 dan mata kiriku normal. Tetapi, karena hobi membacaku, minus mataku semakin bertambah.

Sejak kecil, aku terbiasa dengan buku. Ibuk selalu membeli majalah “Aku Anak Saleh” ketika aku masih SD. Saat masuk SMP, aku mulai mengenal novel dan komik. Setiap pulang sekolah, aku pergi ke rental komik dekat SMP atau hanya sekedar meminjam novel di perpustakaan sekolah. Saat SMP juga, aku mulai beralih dari majalah anak-anak ke majalah remaja. Terkadang aku juga membaca Koran, esai atau artikel yang menarik bagiku. Saat SMA, kesukaanku terhadap buku semakin bertambah. Hampir setiap hari saat istirahat, aku pergi ke perpustakaan sekolah. Paling suka mojok di bagian novel atau buku-buku motivasi seperti “Chicken Soup”. Saat pulang sekolah, aku juga mampir  ke rental novel dan komik yng tidak jauh dari sekolah.

Semakin hari, aku semakin haus akan buku. Tidak puas hanya meminjam buku di perpustakaan sekolah atau rental buku. Aku mulai suka pergi ke toko buku. Sering ke toko buku hanya untuk melihat-lihat dan numpang baca. Tapi akhir-akhir ini, kebiasaan itu mulai aku tinggalkan. Aku bermimpi punya perpustakaan pribadi dengan rak tinggi dengan banyak buku di sana, jadi aku menabung untuk membeli buku-buku yang aku mau. Biasanya, aku membuat list buku apa yang akan aku beli. Tapi, sampai di toko buku, list yang aku buat tidak ada gunanya. Kadang aku membeli buku yang tidak masuk list. Tidak jarang, aku hanya berniat membeli satu buku, dan saat pulang, aku membawa empat buku.

Ibuk dan Bapak tidak akan protes asalkan aku membeli buku-buku dengan unagku sendiri. Yang mereka khawatirkan hanya minus mataku. Mereka pernah bilang kalau semakin bertambah koleksi buku di rak, semakin bertambah minus mata. kalau sudah begini, aku harus punya uang ekstra untuk ganti lensa kaca mata. tapi, aku sih santai. Kenapa santai, karena membaca sudah menjadi kebutuhan hidup. Walaupun minus mata makin nambah, tidak akan pernah berhenti membaca.
Keep reading guys!

Guru:Pengajar dan Pendidik

Tanggal 25 November semua siswa sekolah libur karena hari itu adalah hari guru, tetapi saya tetap melakukan aktivitas seperti biasa. Berangkat ke kampus untuk kuliah. Walaupun hari itu hanya ada satu mata kuliah, mau tidak mau harus tetap semangat. Seperti biasa, setelah kuliah, saya ngobrol bersama teman-teman. Banyak yang dibahas saat itu, mulai dari materi kuliah yang baru saja dipelajari, tugas kuliah yang menumpuk, sampai hari guru. Sebagai mahasiswa di jurusan pendidikan yang merupakan cagur (calon guru), terlintas di pikiran saya tentang masalah yang ada di dunia guru dan dosen. Apakah sampai hari ini, semua guru dan dosen sudah melaksanakan tugasnya dengan baik? Apakah guru dan dosen sudah sepenuhnya sadar mengenai hakikat mereka? Apakah mereka belajar psikologi pendidikan atau tidak?

Setelah beberapa pikiran mengenai masalah tersebut, saya flashback ke masa-masa SMA. Pada masa itu, saya berhadapan langsung dengan guru yang menurut sudut pandang saya, beliau hanya bisa mengajar dan tidak mendidik. Saya juga flashback ke masa-masa semester awal kuliah. Beberapa dosen kurang bisa memahami mahasiswanya. Melihat masa-masa itu, saya berpikir bahwa mungkin saja mereka tidak memahami hakikat mereka yang berprofesi sebagai guru.

Dimulai dari masalah yang pertama saya pikirkan. Apakah sampai hari ini guru dan dosen sudah melakukan tugasnya dengan baik. Saya sendiri tidak bisa mengatakan ya atau tidak. Mungkin saja sudah ada guru dan dosen yang melaksanakan tugasnya dengan baik, dan mungkin juga ada guru dan dosen yang belum melaksanakan tugasnya dengan baik. Tetapi dapat saya pastikan bahwa di setiap sekolah setidaknya ada satu guru atau dosen di perguruan tinggi yang belum melaksanakan tugasnya dengan baik. Saya berani berkata demikian setelah berhadapan dengan masalah tersebut dan mendengar cerita dari teman-teman mengenai guru atau dosennya. Lalu, bagaimana kita bisa mengetahui apakah mereka (guru dan dosen) sudah melaksanakan tugasnya secara baik?  Jawaban dari pertanyaan tersebut dapat berbeda-beda. Kita bisa melihatnya dari cara mereka mengajar, cara mereka bersikap pada siswanya, dan masih banyak lagi.

Masalah selanjutnya ialah, apakah guru dan dosen sudah sepenuhnya sadar mengenai hakikat mereka? Jawabannya belum. Sebagian besar dari mereka tidak menyadari hakikat mereka yang sebenarnya. Dalam KBBI, definisi guru adalah orang yang mata pencahariannya dalah mengajar. Namun, seiring berkembangnya zaman dan pendidikan di Indonesia, guru tidak hanya berperan sebagai orang yang mengajar. Mereka dituntut untuk dapat mendidik dan berperan sebagai orangtua kedua bagi siswanya. Sebagai orangtua kedua, guru harus bisa menanamkan budi pekerti yang baik pada siswanya. Apalagi, sekarang ini, durasi waktu siswa di sekolah lebih panjang daripada durasi waktu saat siswa di rumah. Dengan begitu, otomatis orangtua siswa memberikan kepercayaan pada guru dan dosen untuk mendidik anakanya selama di sekolah.

Masih mengenai hakikat guru, dalam bahasa jawa, guru dianggap sebagai singkatan dari kata digugu lan ditiru (dipercaya dan ditirukan). Mereka merupakan panutan bagi para siswanya. Oleh karena itu, guru dan dosen haruslah menjaga sikap dan perilaku mereka. Jika terjadi penyimpangan, tidak menutup kemungkinan bahwa siswanya juga akan meniru penyimpangan yang mereka lakukan.

Berpikir mengenai hakikat guru dan dosen, saya teringat sebuah film singapura yang berjudul I’m not stupid too. Film ini adalah film lama (rilis pada tahun 2006). Dalam film ini, dapat diambil pelajaran bahwa profesi guru, dosen dan sejenisnya bukanlah profesi yang mudah. Profesi tersebut membutukan kunci yang tepat. Dengan kunci tersebut, guru, dosen dan sejenisnya dapat lebih memahami hakikat dari profesi mereka.

Masalah yang terakhir, apakah mereka (guru dan dosen) belajar psikologi pendidikan atau tidak? Jawabannya maybe yes, maybe no. Jika guru dan dosen berasal dari universitas yang mencetak para cagur (calon guru) seharusnya mereka belajar psikologi pendidikan. Sebaliknya, mereka yang berasal dari universitas yang mempelajari ilmu murni, biasanya tidak mempelajari psikologi pendidikan. Di sini, saya tidak hanya menyorot apakah mereka belajar psikologi pendidikan atau tidak. Yang lebih menjadi sorotan ialah apakah mereka yang mempelajari psikologi pendidikan, memahami sepenuhnya dan menerapkan ilmunya pada saat mereka melaksanakan tugas? Saya beranggapan ada yang menerapkan ada pula yang tidak.

Berdasarkan pengalaman saya saat awal masuk kuliah, ada beberapa dosen yang menurut saya telah bersikap dan berbicara kurang sopan pada mahasiswanya. Walaupun dosen tersebut lebih dewasa dari kita, setidaknya mereka harus menghargai mahasiswa sebagai sesama manusia. Selain itu, mereka harus mengingat bahwa mereka adalah orang yang berpendidikan dan tidak seharusnya bersikap semena-mena atau mengeluarkan kata-kata yang kurang sopan dan tidak enak didengar. Walaupun tidak berprofesi sebagai gurupun, setiap orang harus bisa menyaring apa yang akan mereka bicarakan dan apa yang akan mereka lakukan agar tidak menyakiti perasaan orang lain.

Berkaitan dengan pembahasan di atas. Sangat jelas bahwa psikologi pendidikan sangatlah penting bagi guru dan dosen. Setidaknya mereka dapat memahami karakter siswa yang berbeda-beda. Tidak semua siswa belajar dengan cara yang sama. Mereka boleh menuntu siswa untuk belajar sesuai dengan metode yang digunakan guru, tetapi mereka tidak boleh menggunakan cara yang keras. Menurut 9GAG erdapat banyak tipe belajar seseorang, antara lain:
1. Visual (learn what they see)
2. Kinesthetic (learn what they do)
3. Auditory (learn what they hear)
4. Stress (learn what stresses them)
5. Ease (learn what relaxed them)
6. Scribble (learn what they write out)
7. Trust (learn from authority)
8. Teach (learn by teaching)
9. Copy (learn what they can copy)

Melihat beberapa tipe belajar tersebut, guru dan dosen tidak seharusnya mengharuskan siswanya menggunakan cara belajar sesuai dengan cara belajar yang mereka gunakan. Bisa saja cara yang mereka gunakan adalah cara lama yang sudah kuno dan tidak cocok apabila digunakan pada masa sekarang. Karena tindakan itu dapat menjadikan siswa down dan tidak semangat belahar.

Sebagai guru dan dosen, mereka harus bisa mengetahui bahwa segala sesuatu mempunyai dua sisi. Dalam pembahasan ini, dua sisi tersebut adalah kelebihan dan kekurangan siswa. Dengan mengetahui kelebihan dan kekurangan siswa, mereka akan mudah memahami karakter siswa tersebut. Dalam konteks ini, kunci yang harus digunakan oleh guru dan dosen adalah fokus pada bakat (kelebihan)  bukan pada kekurangan. Dengan cara tersebut, komunikasi antara guru dan siswa akan lebih baik.

Selain, memahami karakter siswanya, dalam psikologi pendidikan, guru dan dosen harus mengetahui kesulitan siswa dalam belajar. Jika siswa mengalami keulitan, guru dan dosen sedah seharusnya membantu. Misalnya saja, jika siswa kesulitan mencari referensi, guru dan dosen dapat membantunya dengan membuat silabus atau bahkan modul dari materinya. Jika siswa kesulitan dalam memahami materi yang disampaikan, guru dan dosen berusaha menjelaskan kembali hingga siswanya paham. Dalam psikologi pendidikan, guru dan dosen perlu menghargai siswanya. Apresiasi dari guru dan dosen sangatlah berharga bagi siswanya. Mereka wajib melihat niat baik bukan melihat kesalahan. Misalnya, saat guru memberi soal pada seorang siswa, ia harus menghargai jawaban dari siswa tersebut walaupun jawaban itu kurang tepat atau bahkan salah, tetapi setidaknya, siswa tersebut sudah berniat baik untuk menjawab pertanyaan gurunya.

Intinya, sekarang ini, guru bukan hanya orang yang berprofesi sebagai pengajar, mereka juga merupakan salah satu aspek yang sangat berpengaruh bagi pembentukan karakter terutama karakter generasi muda. Saran saya, jangan jadikan profesi guru dan dosen sebagai lahan uang yang besar, melainkan sebagai tempat dimana kita bisa saling menghargai, memahami dan berbagi ilmu satu sama lain. Mari kita sukseskan pendidikan di Indonesia dengan menjadi guru dan dosen yang berdedikasi tinggi, professional dan bertanggung jawab.

*Pembahasan di atas merupakan gambaran dari apa yang terlintas di pikiran saya. Tulisan ini tidak bermaksud untuk menyindir ataupun menjatuhkan. Saya membuat tulisan ini, semata-mata hanya untuk menumpahkan keprihatinan, pikiran, ide dan unek-unek saya.