| kemeja: mom's, blazer: mom's, rok: mom's, kaca mata: aunt's |
“Fashion King”. Awalnya aku mengira film ini adalah film
komedi. Mengapa? Karena film ini dimulai dengan adegan yang cukup lucu. Namun
di tengah dan terutama di akhir film, aku baru menyadari bahwa selain komedi,
di dalam film ini juga ada unsur-unsur melankolis yang mengharukan. Hampir saja
aku menangis saat menonton bagian akhir film ini, tapi tidak jadi karena adegan
melankolis mengharukan tadi langsung dilanjutkan dengan adegan lucu.
“Fashion King”. Seperti judulnya, film ini menceritakan
tentang fashion. Lebih tepatnya fashion branded vs fashion KW. Berbicara
masalah fashion, semua orang punya gaya fashionnya masing-masing. Ada yang suka
memakai barang-barang branded, ada juga yang tidak suka. Ada yang lebih suka
bergaya apa adanya, ada juga yang bergaya super maksimal.
Nah, di film ini diceritakan satu cowok keren bernama Won
Ho. Dia ini siswa dan juga model. Dia suka memakai barang-barang branded, bukan
yang KW. Satu lagi yaitu Gi Myeong, saingannya Won Ho. Dia ini adalah anak yang
cupu di sekolah. Dia sering pindah-pindah sekolah untuk menghindari bully-an
dari teman-temannya. Bagaimana Gi Myeong bisa mengenal fashion? Awalnya dia
membeli sebuah jacket padding secara online. Setelah ditelusuri, ternya jacket
itu KW. Dia menuntut si penjual untuk mengembalikan uangnya. Bukan dikembalikan
, si penjual malah mengajari Gi Myeong bagaimana tampil keren tanpa harus
memakai barang-barang branded yang mahal. Akhirnya, Gi Myeong dan temannya,
Chang Joo belajar tentang fashion bersama si Penjual.
Singkat cerita, Won Ho dan Gi Myeong mengikuti kompetisi
model dan keduanya masuk ke babak final. Keduanya mendapat misi yaitu
menggunakan barang pemberian lawan untuk dijadikan busananya saat tampil di panggung
final. Gi Myeong memberikan seragam sekolahnya kepada Won Ho dan disulap
menjadi baju dengan gaya militer. Sedangkan Won Ho memberikan uang 1o.ooo won
kepada Gi Myeong. Gi Myeong membeli baju di obral (kalau di Indonesia sih
disebut “awul-awul”). Ia mendapat banyak sekali baju. Berkat bantuan Nam Jung –si
penjual barang KW, Baju-baju bekas tadi disulap menjadi baju baru yang keren. Malangnya,
saat berangkat ke lokasi kompetisi final, Gi Myeong terkena insiden serius yang
membuatnya luka dan baju kemenangannya rusak. Akhirnya, ia harus beraksi di
atas panggung dengan luka serius dan baju dadakan ala Nam Jung.
Dari film ini, Nam Jung selalu mengingatkan pada Gi Myeong
tentang “ganji”. Ganji berarti awesome atau mengagumkan. Menurut Nam Jung,
ganji ini adalah semacam muse yang bisa memberikan sentuhan pada pakaian yang
kita pakai sehingga kita menjadi good looking dan mengagumkan. Nam Jung
mengajari Gi Myeong bagaimana mix and match yang bagus. Ia juga memberikan
pesan bahwa untuk tampil good looking tidak perlu barang yang branded. Yang terpenting
adalah ganji. Walaupun kamu hanya memakai baju KW, baju bekas, baju yang
dianggap remeh oleh orang lain, kamu tetap bisa good looking. Dengan apa? Dengan
ganji. Bisa saja seseorang membeli baju branded, namun saat dipakai baju itu
kurang cocok untuknya. Bukan begitu?
“Fashion King”. Tidak menyesal menonton film ini. Cerita dalam
film ini sangat berkaitan dengan situasi sekarang ini. Tentu saja situasi
fashion. Banyak orang yang suka sekali mengikuti mode. Harus membeli
barang-barang yang sedang tren agar tidak dianggap ketinggalan zaman. Harus berpakaian
semodis mungkin agar dianggap fashionable. Harus punya barang branded agar
tidak malu dengan orang lain. Boleh-boleh saja, asal tidak berlebihan.
What about me?
Aku. Bukan seorang pengikut mode. Mengapa? Karena tidak akan
ada habisnya jika selalu mengikuti mode. Selain itu, jika kita mengikuti mode,
kita akan menjadi pribadi yang boros karena harus membeli barang-barang baru
yang sedang tren padahal barang yang lama masih bagus dan bisa dipakai.
Aku. Berpakaian apa adanya. Tidak pernah berlebihan dan
mungkin sangat sederhana. Aku juga tidak membeli dan tidak memiliki
barang-barang branded. Aku membongkar almari baju Ibuku untuk mencari baju-baju
lamanya yang masih bagus dan bisa dipakai. Aku membeli baju dari awul-awul,
mencucinya lalu memakainya. Hal yang paling penting, aku sama sekali tidak
malu.
Aku mempunyai prinsip yang sama dengan Nam Jung. Tampil good
looking tidak harus branded, tidak harus mahal. Yang paling penting adalah
kenyamanan. Percuma saja memakai baju branded jika tidak nyaman di badan. Percuma
juga memakai barang branded jika hanya untuk menghindari rasa malu dengan orang
lain. Satu lagi, aku bukan orang yang gengsian masalah berpakaian, yang penting
tidak telanjang, sopan, tidak norak dan good looking. Aku tidak malu mengakui
bahwa baju yang aku pakai adalah baju yang aku beli di awul-awul dengan harga
yang sangat murah. Aku juga tidak malu mengatakan bahwa aku memakai baju Ibuku
yang aku temukan saat aku membongkar almarinya.
Last but not least. “Fashion King” ini membuatku semakin
percaya diri dengan gayaku. Aku menjadi diriku sendiri dengan gayaku sendiri.
Finally, salahkah jika kita tidak mengikuti mode? Haruskah kita
mengikutinya? Tidak kan.
So guys, be your self. Jangan takut malu, jangan takut
diejek. Jangan pedulikan perkataan orang lain karena ini hidup kita. Kita yang
memilih jalannya dan kita yang menjalaninya.
Almost forget. Don’t forget about “ganji”, the most
important thing in your fashion.
간지! Awesome!